Selasa, 12 Maret 2013

Perhitungan Kapasitas Dukung Tanah Pondasi Telapak Menerus Dengan Program Plaxis




Hitunglah kapasitas dukung tanah pondasi telapak menerus dengan menampilkan kurva load-displacement.  




Langkah 1. 

Klik menu File – New, kemudian isilah menu General setting Project dan Dimensions.  


Langkah 2. 
Menggambar model geometris dengan toolbar Geometry lines, kemudian dilanjutkan memasukan kondisi batas dengan toolbar Standard fixities. Memasukkan pembebanan dengan mengklik Point forces load system A pada pusat titik berat pondasi telapak menerus.  

Langkah 3. 
Memasukan nilai parameter tanah lempung (clay) dan beton (concrete) dengan mengklik toolbar Material sets. Kemudian dilanjutkan drag data set “Clay” dari jendela Material sets ke area lapisan tanah yang diikuti oleh perubahan warna pada model geometri. Kemudian dilanjutkan juga untuk material concrete.    

Langkah 4. 
Sebelum langkah pembuatan mesh (finite element model), pastikan bahwa permodelan yang dibuat telah benar. 

Langkah 5. 
Langkah selanjutnya adalah pembuatan mesh (finite element model), dengan mengkilik toolbar Generate mesh kemudian klik Update. Untuk mengatur besar kecilnya mesh dapat mengklik menu Mesh-Global coarseness kemudian pilih fine dan ulangi mengkilik toolbar Generate mesh kemudian klik Update.  


Langkah 6. 
Sebelum melanjutkan ke perhitungan, intial ground water dan intial effective stress state harus ditentukan besarnya dengan mengklik toolbar Initial conditions.  Langkah selanjutnya menginput kedalaman m.a.t dengan Phreatic level dengan menggambar titik-titik ketinggian dengan klik kiri kemudian jika telah selesai klik kanan.  Kemudian klik General water pressures (lingkaran hijau), hingga muncul jendela Water pressure generation, pilih Phreatic level kemudian klik OK.  
Kemudian klik toolbar lingkaran hijau tua (initial stresses and geometry configuration), klik toolbar General initial stress sehingga muncul jendela K0-procedure untuk tiap lapisan cluster yang ada. 
Kemudian klik OK dan jika jendela initial soil stresses muncul klik Update. 
Langkah 7. 
Langkah perhitungan dapat dimulai dengan klik toolbar Calculate. Dalam perhitungan ini ada 3 tahapan yakni : tahap konstruksi, tahap pembebanan aksial -50 kN dan tahap pembebanan hingga mencapai keruntuhan (misalnya 5 x beban yang terjadi).  
 Tahap 1 : Constr Footing  
 Tahap 2 : Load 1x  
 Tahap 3 : Load 5x  
(tahap 1) Calculation type : Plastic calculation Loading input : Staged construction  Klik Define untuk mengaktifikan pondasi 
(tahap 2) Calculation type : Plastic calculation Loading input : Staged construction Klik Define untuk mengaktifikan beban P= -50kN 
(tahap 3)Calculation type : Plastic calculation Loading input : Total multipliers Input values ;  total multipliers Σ-MloadA = 5 
 Kemudian klik Select point for curve untuk mendapatkan kurva load-displacement pada titik yang ditinjau paling kritis (mis. pusat titik berat di dasar pondasi) kemudian klik update. 
kemudian klik Calculate untuk perhitungan, jika pada tahap ke 3 kondisi runtuh tidak mencapai 5 x loading -50 kN maka perlu penurunan dengan melihat nilai Reached value pada tabsheet Multipliers.  


Langkah 8. 
Melihat hasil tiap tahap dengan mengklik Output…   
Pada tahap ke-2 pembebanan P = -50kN : 
 Pada tahap ke-3 pembebanan hingga runtuh :  

Langkah 9. 
Menampilkan kurva load-displacement dengan toolbars Curve, kemudian pilih New chart klik OK. Panggil file yang baru dibuat untuk proyek ini, kemudian pilih X-axis adalah Displacemet dan Y-axis adalah  Multiplier pada titik A yang ditinjau pada langkah no.7. Pilih tipe yang ditampilkan adalah sum-Mload A, kemudian klik OK
Langkah 10. 
Input beban pada pondasi adalah -50 kN, sehingga besarnya beban yang dapat dipikul pada saat mencapai keruntuhan adalah Σ-MloadA =4,5, 
P =  4,5 x -50 kN = -225 kN. Besarnya kapasitas dukung tanah ultimate :  

q ult = P ultimate/ B + γ concrete .th
       = 225/2 + 24.0,25 = 118 kN/m
Faktor aman (SF) = 3 
q all = q ult / SF  = 118 / 3 = 39,33 kN/m

Kapasitas dukung ultimit di bawah pondasi pelat menerus dapat dinyatakan dengan persamaan Terzaghi (1943),  

Minggu, 30 Desember 2012

Beton Prategang



Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan tekan yang tinggi, tetapi kekuatan tariknya relatif rendah. Sedangkan baja adalah suatu material yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi. Dengan mengkombinasikan beton dan baja sebagai bahan struktur maka tegangan telah dipikulkan kepada beton sementara tegangan tarik dipikulkan kepada baja.
Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur bertulang biasa tidak cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga terjadi retak-retak di daerah yang mempunyai tegangan lentur, geser atau puntir yang tinggi.
Untuk mengatasi keretakan serta berbagai keterbatasan yang lain maka dilakukan penegangan pada struktur beton bertulang. Sistem penegangan ini mulai digunakan pada tahun 1886 saat PH. Jakson dari Amerika Serikat membuat kontruksi pelat atap.
Di Jerman pada tahun 1888, CEW Doehring mendapatkan hak paten untuk penegangan plat beton dengan kawat baja. Pada 1928 Eugene Freyssinet, seorang insinyur Perancis, berhasil memberikan pratekan terhadap struktur beton sehingga dimungkinkan untuk membuat desain dengan penampang yang lebih kecil untuk bentang yang relatif panjang.
Kesulitan kemudian timbul dalam perhitungan struktur statis tak tentu, karena pemberian pratekan menimbulkan gaya tambahan yang sulit diperhitungkan. Pada 1951 Yves Guyon berhasil memberikan solusinya. Perkembangan beton pratekan berlanjut dengan dikemukakannya Load Balancing Theory oleh Tung Yen Lin pada 1963. Teori tersebut telah mendorong perkembangan penggunaan beton pratekan yang pesat. PW. Abeles dari Inggris kemudian memperkenalkan penggunaan Partial Prestressing yang menginjinkan tegangan tarik terbatas pada beton.
Keuntungan penggunaan beton prategang adalah :
1. Dapat memikul beban lentur yang lebih besar dari beton bertulang.
2. Dapat dipakai pada bentang yang lebih panjang dengan mengatur defleksinya.
3. Kelebihan geser dan puntirnya bertambah dengan adanya penegangan.
4. Dapat dipakai pada rekayasa kontruksi tertentu, misalnya pada kontruksi jembatan segmen.
5. Berbagai kelebihan lain pada penggunaan struktur khusus, seperti struktur plat dan cangkang, struktur tangki, struktur pracetak dan lain-lain.
6. Pada penampang yang diberi penegangan, tegangan tarik dapat dieleminasi karena besarnya gaya tekan disesuaikan dengan beban yang akan diterima.
Kekurangan struktur beton prategang relatif lebih sedikit dibanding berbagai kelebihannya, diantaranya :
1. Memerlukan peralatan khusus seperti tendon, angkur, mesin penarik kabel, dll
2. Memerlukan keahlian khusus baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya.
A. Metode Pratekan
Untuk memberikan tekanan pada beton pratekan dilakukan sebelum atau setelah beton dicetak/dicor. Kedua kondisi tersebut mebedakan sistem pratekan, yaitu Pre-Tension (pratarik) dan Post-Tension (pascatarik).
Pratarik
Pada cara ini, tendon pertama-tama ditarik dan diangkur pada abutmen tetap. Beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan dengan melingkupi tendon yang sudah ditarik tersebut. Jika kekuatan beton sudah mencapai yang disyaratkan maka tendon dipotong atau angkurnya dilepas. Pada saat baja yang ditarik berusaha untuk berkontraksi, beton akan tertekan. Pada cara ini tidak digunakan selongsong tendon.
Pascatarik
Dengan cara yang sudah disediakan, beton di cor disekeliling selongsong (ducts). Posisi selongsong diatur sesuai dengan bidang momen dari struktur. Biasanya baja tendon tetap berada didalam selongsong selama pengecoran. Jika beton sudah mencapai kekuatan tertentu, tendon ditarik. Tendon bisa ditarik disatu sisi dan sisi yang lain diangkur. Atau tendon ditarik di dua sisi dan diangkur secara bersamaan. Beton menjadi tertekan setelah pengangkuran.  

B. Tahap Pembebanan
Tidak seperti beton bertulang, beton pratekan mengalami beberapa tahap pembebanan. Pada setiap tahap pembebanan harus dilakukan pengecekan atas kondisi serat tertarik dari setiap penampang. Pada tahap tersebut berlaku tegangan ijin yang berbeda-beda sesuai kondisi beton atau tendon. Ada dua tahap pembebanan pada beton pratekan, yaitu Transfer dan Service.
Transfer
Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulai mengering dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini biasanya yang bekerja hanya beban mati struktur, yaitu berat sendiri struktur ditambah beban pekerja dan alat. Pada saat ini beban hidup belum bekerja sehingga momen yang bekerja adalah minimum, sementara gaya yang bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang.
Servis
Kondisi Service (servis) adalah kondisi pada saat beton pratekan digunakan sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya prategang dipertimbangkan. Pada saat itu beban luar pada kondisi yang maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati harga minimum.
Pada setiap tahapan di atas ditentukan hasil analisis untuk dievaluasi. Hasil analisis bisa berupa perhitungan tegangan atau kontrol terhadap harga, misalnya lendutan terhadap lendutan ijin, nilai retak terhadap suatu nilai batas, dan lain sebagainya. Perhitungan tegangan dilakukan untuk desain terhadap kekuatan, sedangkan kontrol terhadap harga dilakukan untuk desain kekuatan, daya layan, ketahanan terhadap api ataupun tahap batas yang lain. Perhitungan untuk tegangan bisa dilakukan dengan pendekatan kombinasi beban, konsep kopel internal ( Internal Couple Concept ) atau metode beban penyeimbang ( Load Balancing Method ).

C. Prosedur Perencanaan
Ada dua metode perencanaan struktur beton, yaitu metode beban kerja (working stress method) dan metode beban batas (limit states method). Metode beban kerja dilakukan dengan meghitung tegangan yang terjadi dan membandigkan dengan tegangan ijin yang bersangkutan. Apabila tegangan yang terjadi lebih kecil dari tegangan yang diijinkan maka dinyatakan aman. Dalam menghitung tegangan, semua beban tidak dikalikan dengan faktor beban. Tegangan ijin dikalikan dengan suatu faktor kelebihan tegangan (overstress factor). Untuk struktur beton, metode ini diterapkan pada Peraturan Beton Indonesia (PBI 1971).
Metode beban kerja didasarkan pada batas-batas tertentu yang bisa dilampaui oleh suatu sistem struktur. Batas-batas tersebut, terutama adalah kekuatan, kemampuan layan, keawetan, ketahanan terhadap api, ketahanan terhadap beban kelelahan dan persyaratan khusus yang berhubungan dengan sistem struktur tersebut. Setiap batas dinyatakan aman apabila aksi rencana lebih kecil dari kapasitas komponen struktur. Aksi rencana dihitung dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan. Peraturan beton saat ini menggunakan pendekatan ini, termasuk di Indonesia, SNI T15-1991-03, atau edisi barunya, SNI 03-2874-2002.
Beban pada struktur umumnya terdiri dari beban mati, beban hidup, beban angin, prategang, gempa, tekanan tanah, tekanan air, dan lain-lain. Beban yang digunakan dalam desain struktur dikalikan dengan suatu faktor beban dalam suatu kombinasi pembebanan. Berikut ini kombinasi pembebanan dari beberapa peraturan untuk tahap batas kekuatan (Strength Limit States).
SNI 03-2874-2002 kode Indonesia.
Beban Mati : U = 1,4 D
Beban Mati dan Hidup : U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
Beban Angin : U = 1,2 D + 1,0 L + 1,6 W + 0,5 (A atau R)
Gempa : U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E atau 0,9 D ± 1,0 E
ACI 318-83 (1983) Peraturan Amerika Serikat.
Beban Mati dan Hidup : U = 1,4 D + 1,7 L 
Beban Angin : U = 0,75 (1,4 D + 1,7 L + 1,7 W) atau 0,9 D + 1,3 W
Gempa : U = 0,75 (1,4 D + 1,7 L + 1,1 E) atau 0,9 G + 1,1 E
Tekanan Tanah : U = 1,4 D + 1,7 L + 1,7 E atau 0,9 D + 1,7 E


D. Material Beton Prategang
Beton
Beton adalah campuran air, semen dan agregat serta suatu beban tambahan. Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut akan langsung mengeras sesuai bentuk pada waktu basahnya. Campuran tipikal untuk beton dengan perbandingan berat adalah agregat kasar 44 %, agregat halus 31 %, dan air 7 %. Kekuatan beton ditentukan oleh kuat tekan karakteristik, pada usia 28 hari f’c. Kuat tekan karakteristik adalah tegangan yang melampaui 95 % dari pengukuran kuat tekan uniaksial yang diambil dari tes penekanan standar, yaitu dengan kubus ukuran 150 x 150 mm, atau silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pengukuran kekuatan dengan kubus adalah lebih tinggi daripada dengan silinder. Rasio antara kekuatan silinder dan kubus adalah 0,8.
Beton yang digunakan untuk beton prategang adalah yang mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi dengan nilai f’c antara 30-45 Mpa. Kuat tekan yang tinggi diprelukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan, mempunyai modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangka lebih kecil. 

Baja 
Baja yang dipakai untuk beton prategang dalam taktik ada empat macam, yaitu :
1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pratarik.
2. Untaian Kawat (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang untuk beton prategang dengan sistem pascatarik
3. Kawat Batangan (bars), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pratarik.
4. Tulangan biasa, sering digunakan unutk tulangan non-prategang (tidak ditarik), seperti tulangan memanjang, sengkang, tulangan untuk pengangkuran dan lain-lain.
Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang sesuai dengan spesifikasi ASTM A 421 di Amerika Serikat. Ukuran dari kawat tunggal bervariasi dengan diameter 3-8 mm, dengan tegangan tarik (fp) antara 1500 – 17000 Mpa, dengan modulus elastisitas Ep = 200 x 10³ Mpa. Untuk tujuan desain, tegangan leleh dapat diambil sebesar 0,85 dari tegangan tariknya (0,85 fp).  
E. Perhitungan Tegangan Serat Pada Balok Prategang Dengan Metode Dasar
Contoh 1
Sebuah balok T ganda 10LDT4 pratarik tanpa topping yang ditumpu sederhana mempunyai bentang 64 ft (19,51 m) dan geometri. Balok tersebut mengalami beban mati terbagi merata tambahan WSD dan beban hidup WL sehingga totalnya adalah 420 plf (6,13 KN/m). Prategang awal sebelum kehilangan adalah ƒpi = 0,70 ƒpu = 189.000 psi (1303 Mpa) dan prategang efektif sesudah kehilangan adalah ƒpe = 150.000 psi (1034 Mpa). Hitungan tegangan serat ditengah bentang akibat .
a) Prategang penuh awal tanpa beban gravitasi eksternal
b) Kondisi beban kerja akhir apabila kehilangan prategang telah terjadi.
Data tegangan ijin adalah sebagai berikut :
ƒc’ = 6000 psi, beton ringan (41,4 Mpa)
ƒpu = 270.000 (1862 Mpa) = kuat tarik tendon yang ditetapkan
ƒpy = 220.000 psi (1517 Mpa) = kuat leleh tendon yang ditetapkan
ƒpe = 150.000 psi (1034 Mpa)
ƒt = 12 √ƒ’c = 930 psi (6,4 Mpa) = tegangan tarik izin malsimum di beton
ƒci’ = 4800 psi (33,1 Mpa) = kuat tekan beton pada saat prategang awal
ƒci = 0,6 ƒci’ = 2880 psi (19,9 Mpa) = tegangan izin maksimum di beton pada saat prategang awal.
ƒc = 0,45 ƒc’ = tegangan tekan ijin maksimum di beton pada kondisi beban kerja
Asumsikan bahwa tendon dengan 10 strands tujuh kawat berdiameter 1/2 in (12,7 
mm) dengan pola strand 108-D1 digunakan pada balok prategang ini.
Ac = 449 in.² (2915 cm²)
Ic = 22.469 in
r ² = Ic / Ac  = 50,04 in²
cb = 17,77 in. (452 mm)
ct = 6,23 in. (158 mm)